Minggu, 09 Februari 2014

KANDANG WESI



Budi Wahana Nusantara



 Pemandangan dari Kaki Bukit Gunung sadakeling (Blok sagarahyang)

Ternyata masih banyak sejarah kerajaan yang berada di kawasan Sunda hingga saat ini masih belum tergali dengan baik. salah satunya kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Kabupaten Garut sekarang.

Selama ini kerajaan yang dikenal pernah berdiri dan menjadi cikal bakal Kabupaten Garut bahkan kabupaten/kota di Bandung Raya bagi sebagian orang masih terfokus pada kerajaan Limbangan dan juga sedikit lainnya mengenal Timbanganten. diluar Kerajaan tersebut masih ada yang masih belum banyak terinformasikan ke khalayak umum. seperti Kerajaan Mandala Puntang di Kawasan Bayongbong. 

Kerajaan Puntang ini disinyalir merupakan Cikal Bakal dari Kerajaan Rumenggong dan Galeuh Pakuan (Limbangan) yang kemudian Menjadi Kabupaten Garut Sekarang, Serta Juga Menjadi Cikal Bakal dari Kerajaan Timbanganten (Tarogong) yang malahan keturunan dari Kerajaan ini yang kemudian menjadikan Kabupaten dan Kota yang ada di Bandung Raya ?

Di Bagian Garut Selatan juga dikenal ada kerajaan yang pernah berdiri di kawasan tersebut, yaitu Kerajaan Sancang (Masuk kekuasaan Panjalu) dan Kerajaan Kandang Wesi (Bungbulang).

Kandang Wesi sudah lama ada bahkan disebut sebagai daerah tertua dengan sebutan puseur bumi yang memiliki beberapa keunikan sebuah rahasia (nyireupeun). dalam babad atau sejarah lisan menyebutkan bahwa kandang wesi telah memiliki para ahli ilmu dibidang najum dan kanuragan serta beberapa empu pembuat perkakas.yang diperkirakan tahun 720 M Wilayahnya dikenal hingga kebeberapa daerah dan sempat menjadi tujuan para raja terlebih dalam mendapatkan pusaka perang sehingga dimasa itu karya para empu berhasil menyebar ke beberapa kerajaan. maka sempat terbentuknya para santana-santana (juru obor) yang berpungsi sebagai penunjuk jalan dalam mengirim persenjataan (cacandrang) dan pasokan perkakas rumah tangga serta alat-alat pertanian. dari perjalanannya sekitar abad IX tidak sedikit para empu yang sengaja berpindah hingga menetap dibeberapa daerah sebagai tukang Panday (pembuat besi).

Di ceritakan Pada awal “Nyamune Asekan” terbukanya daerah kandang wesi yang disilokakan sebagai “Buni Nagara Selop Pandan”  diartikan sebuah Negara tersembunyi tanpa kekuasaan atau pada patakonan carita buhun kandang wesi terlahirnya dari ”sakureun” (sepasang) yang bernama Aki Banteng Alas dan Nini Banteng Alas. pada ramalanpun dikenal sebagai “pangeling jaman” menyebutkan jaman yang dibagi menjadi lima bagian diantaranya:
  • Jaman Tirta (ditandai tingginya pepohonan mencapai 100 deupa). Digambarkan awal berdirinya dunja sehingga hamparan bumi banyak digenangi air.
  • Jaman Kerta (ditandai tingginya pepohonan mencapai 80 deupa). Terbentuknya daratan dan terlahirnya manusia pertama yang dikenal sebagai Nabi Adam dan Siti Hawa.
  • Jaman Dupara (ditandai tingginya pepohonan mencapai 50 deupa)
  • Jaman Kadi (ditandai tingginya pepohonan mencapai 30 deupa)
  • Jaman Sanggara (ditandai tingginya pepohonan mencapai 10 deupa) dilakonkan sebagai awal terjadinya kerusakan bumi yang menyudahi kehidupan dalam bumi.
Dimasa Kerajaan Pajajaran
Menjelang berdirinya kerajaan  pajajaran, kandang wesi adalah salah satu wilayah yang menjadi bagian kekuasaan pajajaran terutama andil besar dalam penyediaan perkakas perang serta banyaknya para pemuda yang menjadi prajurit pajajaran. diperkirakan pada tahun 1413 kandang wesi pun merupakan wilayah pertama yang mengirimkan sejumlah upeti ke padjajaran dalam bentuk hasil pertanian.
Pada akhir tenggelamnya kekuasaan pajajaran dimana pada naskah babad diceritakan terhadap sejumlah “Ratu Rujuh” diantaranya Cirebon Hilir, Cirebon Girang, Cirebon Tengah, Mataram, Solo, Mekah, Kandangwesi yang dimotori Prabu Borosngora atau diKandangwesi dikenal dengan nama Iwung Bitung dan Haur Cengkup melakukan pertemuan yang digelar di Batu Tujuh sebuah tempat hutan belantara yang menjorok kearah laut sebelah selatan. Dalam isi babad Kandangwesi maupun makna silokanya  pertemuan itu bertujuan membahas tentang misi kesundaan dan sikap yang akan diambil termasuk dalam merahasiahkan beberapa kebendaan. dan isi ketetapan itu adalah :
  • Mengembalikan status wilayah Kandangwesi sebagai Bumi Nagara Selop Pandan Negara tersebunyi tanpa kekuasaan serta sebuah wilayah yang menjadi tempat berkumpulnya para penguasa kesundaan termasuk dalam penyelamatan rahasia maupun tujuan akhir pengabdian.
  • Penyamaran dengan cara mengganti nama mereka serta gelar sebagai tokoh yang pernah berkuasa.
  • Menetapakan Panca Kalima sebagai teuteukon hukum Kandangwesi
  • Menentukan sepuluh syarat Kesatria Pawestri atau pada ramalan kandangwesi sebagai generasi penerus ; cikal bakal kemunculan Ratu Sunda (rat nusa jawa kabeh)
Peralihan Kejaman Mataram
Tragedy penyusutan kerjaan Padjajaran mengawali beralihnya kemasa kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Sinopati anak angkat kesultanan Pajang (sultan hadiwijaya) yang diwaktu itu sebagai kerajaan pengganti paska terjadinya gejolak yang melumpuhkan kerajaan Demak. Besar dan berkembangnya kekuasaan Mataram dengan pesat disokong oleh kekuatan islam yang telah menyebar kebeberapa wilayah Terlebih pengaruh kasunanan Cirebon dapat dirasakan di Jawa Barat.
Maka dalam perluasan wilayahnya sekitar Tahun 1602 sejumlah prajurit dari kesultanan Cirebon masuk ke wilayah KadangWesi sehingga berhasil mendirikan Padaleman Kandangwesi dibawah kepemimpin Prabu Sembah Dalem Drava Yuda yang mengangkat dua kepatihan yaitu Santana Jiwa dan Parana Jiwa. Selama kepemimpinannya Drava Yuda banyak dibantu oleh syeh yang lebih dulu menetap sebagai pandita pertapa yang memiliki julukan Sembah Dalem Sireupeun. kepemimpinan Drava Yuda memerintah selama 50 Tahun (1603-1650) yang kemudian kadipaten Kandangwesi dilanjutkan oleh Hyang Jatuna

bermulanya dari komplik perlawanan Mataram ke batavia maka terjadinya perpindahan pengiriman upeti yang semula ke Cirebon menjadi ke Sukapura dengan maksud untuk memudahkan jalur pengiriman dan dari kesetiaannya maka tertoreh dua kali kandangwesi mendapatkan piagam berupa “Goong” yang dikenal sebagai Goong Bojoeng. Ditengah situasi tersebut ditambah mulai masuknya para saudagar belanda yang melirik pembangunan perkebunan dikandangwesi melumpuhkan pengaruh mataram kebeberapa sector hingga terputusnya jalur pengiriman upeti ke Sukapura.

Berdasarkan sumber lain dikatakan pada 24 September 1665 atau bisa juga dimaksudkan sebagai tindak lanjut dari misi terdahulu Prabu Borosngora maka terulangnya sebuah pertemuan besar yang kali ini diselenggarakan oleh sejumlah bupati di sekitar Cianjur, Sukabumi dan Garut, mereka mengadakan musyawarah di Gunung Rompang (bagian dari pegunungan Beng-breng), Desa Loji, perbatasan antara Ciemas dan Palabuhanratu. Sejumlah dalem menyempatkan hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Sang Hyang Panai-tan (Adipati Sukawayana), Adipati Lumaju Gede Nyilih dari Cimapag, Dalem Nalama-ta dari Cipaminglds, Dipati Jayaloka dari Cidamar, Hyang Jatuna dari Kandangwesi Garut, Dipati Krutuwuna dari Parakanulu, dan Hyang Manda Agung dari Kerajaan Sancang. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, yaitu mengangkat Dalem Cikundul/ Aria Wiratanu I sebagai pemimpin dengan gelar Raja Gagang (Raja Pegunungan). 

Catatan mengenai Raja Gagang ini tercantum dalam buku De Priangan jilid dua dari Degregister Belanda tertanggal 14 September 1666 Masehi. “Dalam buku itu diterangkan bahwa Raja Gagang menyerahkan surat kepada Sersan Scipio, serdadu Belanda yang tengah melakukan pengukuran terhadap daerah bekas Kerajaan Pajajaran. Isi suratnya menyatakan bahwa kerajaan pegunungan (Raja Gagang) tidak tunduk kepada siapa pun, Sisi lain sikap antinya itu yang ditunjukan melalui gerakan persekutuan secara grilyawan telah menarik simpati sejumlah penguasa yang beberapa diantara kekuasaannya sudah melemah. setelah peristiwa itu, kiprah Raja Gagang tidak terdengar lagi. Akan tetapi, baginya, hal itu merupakan bukti sikap anti dan perlawanan terhadap penjajah.

Akhirnya berdasarkan perjanjian VOC dengan Mataram tanggal 5 Oktober 1705, maka seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten jatuh ke tangan Kompeni. Untuk mengawasi dan memimpin bupati-bupati Priangan ini, maka pada tahun 1706 Gubernur Jenderal VOC Joan van Hoorn (1704-1709) mengangkat Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) sebagai opzigter atau Pemangku Wilayah Priangan.

Gubernur Jendral VOC menjadikan para Bupati sebagai pelaksana atau agen verplichte leverantie atau agen penyerahan wajib tanaman komoditas perdagangan seperti beras cengkeh, pala, lada, kopi, indigo dan tebu.

Kemudian menetapakan wilayah distrik kandang wesi dengan batas “Pasir Garu” atau 5 Bukit besar sebagai perbatasan distrik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar